Sunday, December 8, 2013

Klasifikasi sumber daya alam Berdasarkan Jenis
          Menurut jenisnya, sumber daya alam dibagi dua sebagai berikut :
a)   Sumber daya alam nonhayati (abiotik); disebut juga sumber daya alam fisik, yaitu sumber daya alam yang berupa benda-benda mati.
Misalnya : bahan tambang, tanah, air, dan kincir angin.
b)   Sumber daya alam hayati (biotik); merupakan sumber daya alam yang berupa makhluk hidup. Misalnya: hewan, tumbuhan, mikroba, dan manusia.
Tujuan
untuk memenuhi kebutuhan manusia demi mempertahankan kelangsungan hodupnya dan untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap terhadap tekanan perubahan dan dampak negative yang ditimbulkan suatu kegiatan. Jadi, semua benda mati dan makhluk hdup, yang ada di muka bumi ini dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk kepentingan dan kebutuhan hdupnyam, seperti udara, sinar matahari, tumbuhan, hewan, air, dan sebagainya.
Factor-fakto Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
1.      Jumlah penduduk;
2.      Jumlah sumberdaya alam yang digunakan oleh setiap individu;
3.      Jumlah polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis sumberdaya alam;
4.      Teknologi yang digunakan
·         Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.
·         Sampah organik seperti air comberan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem.
·         Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.
·         Seperti limbah pabrik yg mengalir ke sungai seperti di sungai citarum
·         pencemaran air oleh sampah
·         Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan

Akibat[
·         Dapat menyebabkan banjir
·         Erosi
·         Kekurangan sumber air
·         Dapat membuat sumber penyakit
·         Tanah Longsor
·         Dapat merusak Ekosistem sungai
·         Kerugian untuk Nelayan
Dampak Pencemaran Terhadap Kehidupan di Air

Pada akhir abad XX ini, limbah kegiatan industri dikatakan telah mengancam seluruh.negeri. Hal ini disebabkan karena melalui mekanisme alam seperti tiupan angin, aliran air sungai, daya rambat di tanah melalui difusi limbah tersebut dapat menyebar ke mana-mana (Syah, 1995).

Buangan di perairan menyebabkan masalah kehidupan biota dalam bentuk keracunan bahkan kematian. Gangguan terhadap biota perairan telah menimbulkan dampak penurunan kualitas dan kuantitas biota perairan (ikan dan udang). Kelebihan pupuk yang dialirkan ke rawa atau ke danau dapat menimbulkan suburnya enceng gondok. Selain itu, erosi lumpur yang terbawa ke laut kemudian diendapkan mengakibatkan tertutupnya permukaan karang yang pada akhirnya menyebabkan kematian karang.

Akibat pencemaran itu  kehidupan dalam air dapat terganggu dengan  mematikan binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan dalam air karena oksigen yang terlarut dalam air  akan habis dipakai untuk dekomposisi aerobik dari zat-zat organik yang banyak terkandung dalam air buangan.

Pencemaran yang tidak disebabkan oleh sifat racun dari bahan-bahan pencemar adalah :

1.        Kandungan lumpur yang meningkat di dalam air mengurangi jumlah cahaya yang masuk yang diperlukan untuk berfotosintesis. Unsur hara yang masuk berlebihan ke ekosistem perairan dapat menyebabkan pertumbuhan yang sangat cepat dari algae atau tanaman air, sehingga menyebabkan berkurangnya bentuk kehidupan lainnya seperti ikan dan kerang-kerangan.
2.        Buangan air panas meskipun tidak langsung membunuh biota air, dapat merubah kondisi dari lingkungan hidupnya. Akibatnya, satu jenis akan tumbuh dan berkembang lebih cepat sedang yang lain justru dapat terhambat. Kelakuan ikan yang selalu berpindah (migration) dapat berubah disebabkan adanya perubahan suhu yang relatif cepat pada jarak yang pendek.
3.        Lumpur erosi sebagai akibat pengelolaan tanah yang kurang baik  dapat diendapkan di pantai-pantai dan mematikan kehidupan karang atau merusak tempat berpijak biota perairan.
4.        Senyawa organik di dalam proses penguraiannya dapat mengambil zat asam dari air terlalu banyak, sehingga membahayakan kehidupan di tempat itu.
5.        Air sungai yang mengalir berlebihan ke perairan pantai dapat membentuk lapisan yang menghalangi pertukaran massa air dengan lapisan air yang lebih subur dari bawah.


Pencemaran limbah ke lingkungan perlu diperhatikan dan diantisipasi dengan baik, lebih-lebih terhadap air sungai, karena air sungai dipakai penduduk untuk berbagai keperluan. Pencemaran sungai oleh air buangan ditinjau dari sudut mikrobiologi antara lain : pencemaran bakteri patogen dan non patogen serta bahan organik. Banyaknya bahan organik akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme menjadi pesat. 

Hal ini mengakibatkan pemakaian oksigen akan cepat dan meningkat, akibatnya kadar oksigen terlarut dalam air akan menipis dan menjadi sedikit sekali, yang akhirya mengakibatkan mikroorganisme dan organisme air lainnya yang memerlukan oksigen mati. Ekologi air akan berubah drastis. Keadaan menjadi anaerobik, sehingga air sungai busuk, dan tidak sehat bagi pertumbuhan mikroorganisme flora dan fauna air itu. Lingkungan hidup yang demikian ini sudah rusak dan tidak layak lagi bagi kebutuhan hidup kita (Ardhana, 1994).

Oleh karena itu, perusahaan PT Mitra Perkasa hadir untuk menanggulangi masalah masalah yang terjadi saat ini, dan kami berharap kedepan masyarakat akan peduli akan lingkungan sekitar dan dampak yang akan terjadi.

Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR) adalah angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran pada tahun tertentu per 1000 penduduk pada pertengahan tahun yang sama
Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian per 1000 penduduk pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.


Tuesday, December 3, 2013

Selasa,03 Desember 2013

LAPORAN ILMU NUTRISI TERNAK

BAB 1
PENDAHULUAN
Kelangsungan hidup ternak bergantung pada pakan. Pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus mengandung gizi yang tinggi. Pakan yang dikonsumsi digunakan untuk pertumbuhan, produksi hidup pokok dan reproduksinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan karakteristik, sistem dan fungsi saluran ternak. Pakan merupakan seluruh bahan makanan yang dibuat untuk kebutuhan ternak yang mengandung berbagai macam nutrisi meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air.
Tujuan dari praktikum Identifikasi Bahan Pakan yaitu dapat mengenal jenis-jenis bahan pakan beserta ciri-ciri fisiknya seperti warna, bentuk bau, rasa dan zat antinutrisi yang terkandung didalamnya. Manfaat dari praktikum Klasifikasi bahan pakan adalah praktikan dapat mengetahui berbagai macam bahan pakan dan mengelompokkan bahan pakan sesuai dengan klasifikasi secara Internasional.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Pakan
Bahan pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh ternak yang mengandung energi dan zat-zat gizi di dalam bahan pakan (Hartadi et al., 1993). Bahan pakan adalah segala sesuatu yang diberikan pada ternak yang berupa bahan organic maupun bahan anorganik yang secara keseluruhan atau sebagian dapat dicerna dan tidak mengganggu kesehatan ternak (Soelistyono, 1976).
Bahan makanan adalah bahan yang dapat dimakan, dan digunakan oleh hewan untuk pertumbuhan, produksi dan hidup pokok ternak (Tillman et al, 1991) Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh, dan lingkungan tempat hidupya, serta bobot badannya (Tomas et al, 1993).
Pertumbuhan produksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Pakan ternak mengandung zat gizi untuk keperluan kebutuhan energi maupun fungsi-fungsi (pertumbuhan, produksi dan hidup pokok) tetapi kandungan zat gizi pada masing-masing pakan ternak berbeda ( Parakkasi, 1995 ). Klasifikasi bahan pakan secara internasional telah membagi bahan pakan menjadi 8 kelas, yaitu hijauan kering, pasture atau hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin, zat additive (Tillman et al. 1991).
2.2. Klasifikasi Bahan Pakan Secara Internasional
Bahan pakan dibagi menjadi dua menurut sumbernya, yaitu nabati dan hewani. Bahan pakan nabati adalah pakan yang berasal dari tanaman pangan seperti jagung, sorgum dan gandum. Bahan pakan hewani adalah bahan pakan yang bersumber dari hewan seperti udang, ikan dan darah (Rasyaf, 1994). Secara Internasional bahan pakan dapat dibagi menjadi 8 kelas yaitu hijauan kering, pasture, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin dan zat additive (Tillman et al, 1998).

2.2.1. Hijauan Kering dan Jerami ( dry forages dan roughage )
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua hay jerami kering, dry fodder, dry stover dan semua bahan pakan kering yang berisi 18% atau lebih serat kasar (Rasyaf, 1994). Hijauan kering adalah rumput dan daun-daunan leguminosa yang sengaja dikeringkan agar dapat disimpan dalam waktu yang lama dan digunakan sebagai cadangan bahan pakan ternak pada musim kekurangan pakan. Pemberian jerami pada beberapa ternak akan menunjukkan defisiensi vitamin A karena terjadinya penurunan suplementasi vitamin A saat proses fermentasi di dalam rumen (Lubis, 1992).

2.2.2. Pastura atau Hijauan Segar
Tanaman padangan hijauan yang diberikan segar termasuk dalam kelas ini adalah semua hijauan diberikan secara segar. Hijauan segar atau pasture dapat dihasilkan dari jenis rumput maupun leguminosa (Lubis, 1992). Hijauan merupakan sumber pakan utama ruminansia baik berupa rumput maupun leguminosa. Hijauan akan terasa kasar bila diraba dan mempunyai bau khas masing-masing (Rasyaf, 1994). Pastura atau hijauan segar memiliki nilai protein yang cukup tinggi (Tillman et al, 1991)

2.2.3. Silase
Kelas ini menyebutkan silase hijauan (jagung, alfafa, rumput dsb) tetapi tidak silase ikan, biji-bijian dan akar-akaran (Hartadi et al., 1993). Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan pakan yang berasal dari hijauan yang telah mengalami proses fermentasi didalam silo secara anaerob, menagndung bahan kering sebesar 20,35% (Tillman et al, 1998). Proses pengawetan hijauan dengan cara fermentasi menggunakan satu jenis bakteri disebut erilase. Bahan pakan yang mengalami ensilase di sebut silase. Silase membuat pakan menjadi asam dan lembek (Parakkasi, 1995).

2.2.4. Sumber Energi
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan-bahan dengan kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar kurang dari 18% atau kandungan dinding selnya kurang dari 35% (Lubis, 1992). Zat makanan yang digunakan sebagai sumber energi utama adalah karbohidrat. Karbohidrat mensuplai sekitar 80% total energi (Parakkasi, 1995).


2.2.5. Sumber Protein
Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (Lubis, 1992). Bahan pakan sumber protein biasanya berupa tepung atau bungkil (Wahyu, 1992). Semua pakan yang mengandung protein 20% atau lebih biasanya berasal dari tanaman, hewan dan ikan (Tillman et al 1991).

2.2.6. Sumber Mineral
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua makanan yang mengandung cukup banyak mineral. Kandungan pada tepung ikan bervariasi dari 46%-75%. Kandungan asam aminonya baik, banyak mengandung vitamin dan mineral, karena itulah tepung ikan memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan bahan makananlainnya (Rasyaf, 1994). Unsur anorganik mempunyai banyak fungsi dalam proses pengatur pertumbuhan (Parakkasi, 1995).

2.2.7. Sumber Vitamin
Vitamin adalah organik yang tidak ada hubungan satu dengan yang lain. Vitamin hanya diperlukan dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan normal dan pemeliharaan kehidupan (Tillman et al, 1998). Vitamin adalah zat katalitik esensial yang tidak dapat disintesis tubuh dalam metabolisme, maka harus diperoleh dari luar (Anggorodi, 1994). Vitamin dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil tetapi merupakan regulator metabolis (Rasyaf, 1994).

2.2.8. Zat Additif
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan kedalam ransum dalam jumlah sedikit (Lubis, 1992). Zat additif adalah zat-zat tertentu yang biasanya ditambahkan pada ransum seperti antibiotik, zat-zat warna, hormon dan obat-obatan lainnya (Rasyaf, 1994).













BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dengan materi Identifikasi Bahan Pakan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 16 Mei 2010 pukul 13.00-14.00 WIB di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum Identifikasi Bahan Pakan adalah berbagai jenis bahan pakan yaitu onggok, ampas teh, jagung putih, topmix, kroto sk3, bekatul, pollard, tetes, tepung daun singkong, kedelai, BR (pellet), tepung daun papaya, jagung kuning giling, bungkil kelapa dan tebu merah. Hijauan segar meliputi angsana, kulit jagung dan benggala serta bahan tambahan seperti temulawak. Adapun alat-alat yang digunakan dalam paraktikum Identifikasi Bahan Pakan adalah selembar kertas sebagai tempat bahan pakan dan alat tulis untuk mencatat klasifikasi bahan pakan yang tersedia.

3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam Identifikasi Bahan Pakan adalah menyiapkan peralatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan. Melakukan pengamatan bahan pakan dengan mencatat nama bahan, bentuk, warna, bau, rasa dan menyebutkan klasifikasi masing-masing bahan pakan secara Internasional selanjutnya mencatat hasil praktikum.
















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan hasil praktikum Identifikasi Bahan Pakan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi Bahan Pakan
No Nama Bahan Klasifikasi Bentuk Warna Bau Rasa
1 Temulawak Additif Bongkahan Kuning Khas temulawak Pahit
2 Angsana Pastura Daun Hijau Khas Hambar
3 Onggok Sumber energi Butiran Cokelat Tidak berbau Hambar
4 Ampas teh Sumber energi Remah Hitam Wangi Hambar
5 Jagung putih Sumber energi Butiran Putih kekuningan Tidak berbau Hambar
6 Kulit jagung Pastura Lembaran Hijau kekuningan Tidak berbau Hambar
7 Benggala Pastura Lembaran Hijau Tidak berbau Hambar
8 Topmix Sumber mineral Bubuk Cokelat Harum Hambar
9 Kroto Sk3 Sumber protein Bubuk Cokelat Sedikit manis Manis
10 Bekatul Sumber energi Serbuk Cokelat keputihan Khas bekatul Hambar
11 Pollard Sumber energi Serbuk Putih Harum Hambar
12 Tetes Sumber energi Cair Hitam Seperti kecap Manis
13 Tepung
daun singkong Sumber energi Serbuk Hijau Apek Hambar
14 Kedelai Sumber protein Serbuk Cokelat Apek Hmbar
15 BR (pellet) Sumber protein Butiran Cokelat Apek Hambar
16 Tepung daun pepaya Sumber energi Serbuk Hijau Apek Hambar
17 Jagung kuning giling Sumber energi Butiran Kuning keputihan Tidak berbau Hambar
18 Bungkil kelapa Sumber protein Serbuk Cokelat Apek Hambar
19 Tebu Merah Sumber energi Batang Kekuningan Harum Manis

4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum Klasifikasi Bahan Pakan diperoleh hasil sebagai berikut :

4.2.1. Hijauan kering atau Hay
Bahan pakan yang termasuk dalam kelas hijauan kering atau hay adalah semua hay, jerami kering, dry stover dan semua bahan kering yang berisi 18% atau lebih serat kasar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa hijauan kering dan jerami memiliki 18% atau lebih serat kasar. Berdasarkan hasil praktikum tidak terdapat bahan pakan yang termasuk golongan hijauan kering kering dan jerami.


4.2.2. Hijauan segar / pastura
Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang termasuk dalam kelas atauhijaun segar antara lain angsana, kulit jagung dan benggala.

4.2.2.1. Angsana, berdasarkan hasil praktikum angsana adalah bahan pakan yang tergolong dalam kelas Pastura. Angsana bisa dikatakan sebagai hijauan segar karena pastura merupakan bahan pakan nabati yang diberikan secara segar sebagai hijauan segar selain itu pastura memiliki palatabilitas yang rendah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa pastura adalah bahan pakan nabati yang diberikan pada ternak secara segar sebagai hijaaun segar. Tillman et al (1991) menambahkan bahwa hijauan segar memiliki tingkat palatabilitas (daya suka) yang rendah meskipun nilai protein cukup tinggi yaitu 10-12%. Menurut hasil pengamatan angsana berwarna hijau, berupa daun, rasa hambar dan bau khas angsana dan zat antinutrisi yang dimiliki adalah oxalate.

4.2.2.2. Kulit jagung, berdasarkan hasil praktikum kulit jagung adalah bahan pakan yang tergolong dalam kelas pastura. Kulit jagung bisa dikatakan sebagai hijauan segar karena memiliki kalori yang cukup tinggi dan disukai ternak serta memiliki palatabilitas yang cukup tinggi bila dalam keadaan segar. Sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa kulit jagung memiliki kalori yang cukup tinggi dan disukai ternak. Menurut hasil praktikum kulit jagung berwarna hijau kekuningan, berupa lembaran, tidak berbau, rasa hambar dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin.
4.2.2.3. Benggala, berdasarkan hasil praktikum, benggala adalah bahan pakan yang termasuk dalam kelompok hijauan segar karena benggala memiliki konsentrat yang tinggi. Menurut hasil praktikum, benggala (Panicum maximum) berwarna hijau, tidak berbau, rasa hambar dan zat antinutrisi yang dimiliki adalah oxsalat. Benggala tergolong dalam graminae yang sangat disukai ternak terutama sapi. Hal itu sesuai denagn pendapat Rasyaf (1994) bahwa hijauan adalah sumber pakan utama ruminansia berupa rumput maupun leguminosa. Lubis (1992) menambahkan bahwa beberapa graminae yang disukai ternak antara lain rumput gajah, rumput benggala dan varietas-varietasnya.

4.2.3. Silase
Berdasarkan hasil praktikum, bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua makanan atau bahan pakan yang berasal dari hijauan yang telah mengalami prises fermentasi di dalam silo seperti secara anaerob, mengandung bahan kering sebesar 20-35% (Tillman et al, 1998). Tillman et al (1991) menambahkan bahwa silase adalah bahan makanan yang dipotong-potong dan difermentasi. Berdasarkan hasil praktikum tidak terdapat bahan pakan yang termasuk golongan silase.
4.2.4. Sumber energi
Berdasarkan hasil praktikum, kelas bahan pakan yang termasuk dalam Sumber Energi antara lain tepung daun pepaya, jagung kuning giling, onggok, bekatul, tetes, tepung daun singkong, pollard, jagung putih dan tebu merah.
4.2.4.1. Tepung daun pepaya, berdasarkan hasil praktikum, tepung daun pepaya termasuk dalam sumber energi karena potensi protein kasar yang terkandung adalah 21-27%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang mengungkapkan bahwa sumber energi merupakan bahan pakan yang memiliki kandungan protein kasar kurang dari 20% dengan konsentrasi serat kasar dibawah 18%. Akan tetapi tepung daun papaya tetap dapat di masukkan dalam kelas sumber energi meskipun kandungan protein kasarnya di atas standar karena dapat diamnfaatkan terutama untuk penyusunan pakan ternak pedaging serta penggunaannya untuk komposisi pakan ternak unggas hanya terbatas sekitar 2-5% terutama untuk menghindari pengaruh buruk. Menurut hasil praktikum maka tepung daun papaya memiliki bentuk serbuk, berwarna hijau, berbau apek, rasa hambar serta zat antinutrisinya berupa mimosin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa daun papaya yang mengandung zat pepsin merupakan enzim yang bisa memperbaiki karkas daging ternak unggas.

4.2.4.2. Jagung kuning giling, berdasarkan hasil praktikum, jagung kuning giling termasuk dalam kelompok sumber energi karena jagung adalah salah satu bahan pakan yang baik untuk penggemukan. Sesuai dengan pendapat Parakkasi (1995) bahwa kelebihan jagung dibandingkan pakan lainnya adalah palatable, kecernaan tinggi dan mudah disimpan. Selain itu jagung giling didominasi warna kuning. Menurut hasil pengamatan jagung kuning giling memiliki bentuk butiran, warna kuning keputihan, tidak berbau, rasa hambar dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) bahwa jagung mempunyai pigmen crytoxanthin yang merupakan prekusor vitamin A. Pigmen ini akan menyebabkan warna yang menarik pada karkas ayam broiler.
Jagung mengandung 86% BK; 4,3% SK; 61,8% BETN; dan 9,7% PK, hal ini sesuai dengan pendapat Blakely and Blade (1994) bahwa jagung mengandung serat kasar yang rendah dan mudah di dapat. Jagung kuning ini diberikan kepada unggas antara lain, ayam broiler, ayam ras pembibit, itik, bebek, angsa, kalkun, ayam hias, ayam bekisar, ayam pelung, dan ayam buras lainnya (Rasyaf, 1994).

4.2.4.3. Onggok, berdasarkan hasil praktikum, onggok termasuk dalam sumber energi karena Kadar protein dapat dicerna sebesar 0,6% dan martabat patinya 76%. Hal ini sesuai dengan pendapat Soelistiyono (1976) bahwa susunan zat makanannya berupa 18% air; 0,8% PK; 76% BETN; 2,2% SK; 0,2% L; 2,5% abu. Onggok memiliki bentuk butiran, warna cokelat, tidak berbau, rasa hambar, serta memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubi kayu yang berwarna putih sehingga kandungan proteinnya rendah yaitu kurang dari 5%. Anonim (2009) menambahkan bahwa onggok yang terfermentasi dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak terutama ternak unggas.

4.2.4.4. Bekatul, berdasarkan hasil praktikum, bekatul termasuk dalam sumber energi karena bekatul mengandung zat anti nutrisi seperti kitin, hemoglutinin dan anti tripsin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wahju (1992) bahwa bekatul juga mengandung calcium-fosfor dan Zn-filtrat yang tinggi. Bekatul memiliki bentuk serbuk, berwarna cokelat keputihan, bau khas, rasa hambar dan zat anti nutrisi yang dimiliki adalah oxalat. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) bahwa bekatul adalah pakan sumber energi yang merupakan hasil samping pertanian. Parakkasi (1995) menambahkan bahwa bekatul adalah hasil penggilingan sisa pertanian sehingga berbentuk serbuk halus.

4.2.4.5. Tetes, berdasarkan hasil praktikum, tetes adalah bahan pakan yang tergolong dalam kelas sumber energi. Tetes berbentuk cair, berwarna hitam, bau seperti kecap, rasa manis dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Penggunan dalam penyusunan pakan ternak terbatas sekitar 5% dari komposisi pakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa bila terlalu banyak pemakaiannnya akan menyebabkan feses (kotoran) ternak ungaas menjadi basah. Kadar protein indeks rendah, tapi cukup potensial sebagai sumber energi.

4.2.4.6. Tepung Daun Singkong, berdasarkan hasil praktikum, tepung daun singkong termasuk dalam kelas sumber energi, tekstur berupa serbuk, berwarna hijau, bau apek, rasa hambar dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Tepung daun singkong merupakan bahan baku pakan ternak unggas yang cukup potensial karena protein kasarnya mencapai 29%. Menurut Parakkasi (1995) penggunaan protein kasar hanya terbatas sampai 5% saja.

4.2.4.7. Pollard, berdasarkan hasil praktikum, pollard merupakan sumber energi, berbentuk serbuk, berwarna putih, bau harum, rasa hambar dan zat antinutrisi berupa mimosin. Pollard merupakan limbah dari pengolahan gandum. Kandungan nutrisinyacukup baik. Energi metabolisme 1140 kkal / kg, protein 11,8%, serat 11,2% dan lemak 3,0%. Menurut pendapat Tillman et al (1991) bahwa bahan baku pakan polaard di dapat dari menyuplai bahan makanan ternak.

4.2.4.8. Jagung putih, berdasarkan hasil praktikum, jagung putih termasuk dalam kelas sumber energi, berbentuk butiran, berwarna putih kekuningan, tidak berbau, rasa hambar dan memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tillman et al (1998) yang menyatakan bahwa jagung putih mempunyai biji berwarna putih dan biasanya dibuat menjadi nasi jagung putih. Wahju (1997) menambahkan kandungan zat nutrisi dalam jagung putih adalah 12,40% air, 11,12% protein kasar, 3,99% lemak kasar, 8,11% serat kasar, 61,18% karbohidrat dan 3,24% abu.

4.2.4.9. Tebu Merah, berdasarkan hasil praktikum, tebu merah termasuk dalam kelas sumber energi. Memiliki bentuk batang, berwarna kekuningan, bau harum, rasa manis dan memiliki zat antinutrisi berupa oxalate. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Lubis (1992) yang menyatakan bahwa tebu merah berwarna merah tua, lebih gurih daripada tebu biasa, berbentuk batang dan dapat diolah menjadi gula merah.

4.2.5. Sumber protein
Berdasarkan hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk dalam sumber protein antara lain bungkil kelapa, bungkil kedelai, pellet dan kroto sk3.
4.2.5.1. Bungkil kelapa, berdasarkan hasil praktikum, bungkil kelapa termasuk dalam golongan sumber protein karena bahan pakan digunakan dalam penyusunan ransum untuk ternak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa bungkil kelapa dalam ransum digunakan sebagai sumber protein dan berasal dari hasil ikutan dari pabrik minyak kelapa. Bungkil kelapa berbentuk serbuk, berwarna cokelat, bau apek, rasa hambar dan zat antinutrisi yang dimiliki adalah mimosin. Menurut Murtidjo (1987) bungkil kelapa memiliki kandungan zat gizi 20,55 protein kasar, 86% bahan kering, 16,9% serat kasar, 9,4% BETN, 5,6% abu dan energi metabolisme sebesar 1540 kkal/kg.

4.2.5.2. Bungkil Kedelai, berdasarkan hasil praktikum, bungkil kedelai termasuk dalam klasifikasi bahan pakan sumber protein, berbentuk serbuk, berwarna cokelat, bau apek, rasa hambar dan zat antinutrisinya berupa mimosin. Menurut Wahju (1997) bahwa bungkil kedelai memiliki kandungan zat nutrisi yaitu 4,9% abu, 16,6% lemak kasar, 60% serat kasar, 26,1% BETN dan 32,4% protein kasar. Rasyaf (1994) menambahkan bahwa protein yang terkandung oleh bungkil kedelai cukup tinggi sehingga dalam penyusunan ransum bungkil kedelai digunakan sebagai sumber protein. Kualitas bungkil kedelai tergantung pada proses pengambilan minyaknya, varietas kacang kedelai dan kualitas kacang kedelainya.

4.2.5.3. BR (pellet), berdasarkan hasil praktikum, pellet termasuk dalam kelompok sumber protein. Memiliki tekstur butiran, berwarna cokelat, bau apek, rasa hambar daan zat antinutrisinya berupa oxsalat. Menurut Murtidjo (1987) pelet merupakan alternatif makanan yang efisien penggunaanya karena proses pembuatannya mudah, mudah dicerna, bersih dari kuman-kuman salmonella. Anggorodi (1994) menambahkan bahwa segi ekonomis pemakaian jenis pakan ini adalah memperpanjang penyimpanan dan menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi yang terkandung dalam komposisi pakan. Adapun pendapat dari Wahju (1997) yang menyatakan bahwa kandungan nutrisi meliputi protein 9,5%, kandungan energi 4530-4520 kal / kg dan serat kasar 10%.

4.2.5.4. Kroto sk3, berdasarkan hasil praktikum, kroto sk3 termasuk dalam kelas sumber protein. Memiliki tekstur bubuk, berwarna coklat, bau sedikit manis, rasa manis dan mempunyai kandunagn zat antinutrisi berupa mimosin. Hal tersebut sesuai denagn pendapat Wahju (1997) bahwa kroto mempunyai kandungan protein yang tinggi dan menagndung 2,4% protein kasar.

4.2.6. Sumber mineral
Berdasarkan hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk dalam sumber mineral antara lain topmix.

4.2.6.1. Topmix, berdasarkan hasil praktikum, topmix merupakan bahan pakan yang termasuk dalam sumber mineral, memiliki struktur bubuk, berwarna coklat, bau harum, rasa hambar serta zat antinutrisi yang dimiliki adalah mimosin. Topmix adalah supplemen vitamin, mineral, asam amino dan antibiotik atau pengobatan dari keempatnya. Penggunaan topmix mutlak diperlukan jika kandungan nutrisi tersebut dalam pakan tidak lengkap atau tidak mencukupi. Hal tersebut sesuai denagn pendapat Tillman et al (1991) bahwa topmix mengandung komposisi vitamin asm amino, mineral dan pemicu pertumbuhan.

4.2.7. Sumber vitamin
Bahan pakan yang termasuk dalam sumber vitamin adalah semua makanan yang mengandung cukup banyak vitamin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Murtidjo (1991) yang mengungkapkan bahwa bahan pakan yang termasuk dalam sumber vitamin adalah semua makanan yang mengandung cukup banyak vitamin. Jagung kuning memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan jagung putih karena jagung kuning mengandung karoten, provitamin A yang tinggi. Vitamin adalah zat katalitik esensial yang tidak dapat disintesis tubuh (Anggorodi, 1994). Rasyaf (1994) menambahkan bahwa vitamin dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang kecil tetapi merupakan regulator metabolisme.

4.2.7. Zat Additif
Berdasaarkan hasil praktikum kelas bahan pakan yang termasuk zat additif antara lain temulawak.

4.2.7.1. Temulawak, berdasarkan hasil praktikum, temulawak termasuk zat additif, memiliki bentuk bongkahan, berwarna kuning (orange), bau khas temulawak, rasa pahit serta mengandung zat antinutrisi berupa mimosin. Hal tersebut sesuai dengan pendapet Murtidjo (1991) yang menyatakan bahwa temulawak mempunyai warna kekuningan atau kecokelatan.



BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Klasifikasi Bahan Pakan dapat disimpulkan bahwa bahan menurut kelas internasional menjadi delapan golongan, yaitu hijauan kering dan jerami, pastura atau hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin dan additif. Menurut hasil praktikum tidak terdapat bahan makan yang termasuk dalam hijauan kering, silase dan sumber vitamin. Bahan pakan yang termasuk dalam pasture yaitu angsana, kulit jagung, benggala. Bahan pakan yang tergolong sumber energi meliputi onggok, ampas teh, jagung putih, bekatul, pollard, tetes, tepung daun singkong, tepung daun papaya, jagung kuning giling dan tebu merah. Bahan pakan yang termasuk sumber protein adalah kroto sk3, bungkil kedelai, pelet dan bungkil kelapa. Bahan pakan dalam praktikum yang termasuk sumber mineral adalah top mix. Bahan pakan yang termasuk additif meliputi temulawak.






DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, HR. 1994. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia, Jakarta.
Hartadi H., Reksohadiprajo dan Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk
Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Lubis, DA. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Parakkasi, A. 1992. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia, Jakarta.

Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Soelistyono, HS. 1976. Ilmu Bahan Makanan Ternak Fakultas Peternakan dan
Perikanan,Universitas Diponegoro, Semarang.

Tillman, Hartadi, H, Reksohadiprodjo, Praawirokusumo dan Lobdosoekodjo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Tomas Zewska, MW., Mastika,IM., Djajanegara A., Gordina, S dan Wiradarya,
TK. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas maret University Press, Surabaya.

Wahju, J.1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta